Delights of Ramen

The Art of Ramen

Introduction to Ramen Culture in Japan

Ramen, a simple yet complex dish, holds a significant place within Japanese cuisine and culture. Its origins trace back to Chinese noodle soup, reaching Japan in the late 19th or early 20th century. Initially met with skepticism by the Japanese populace, ramen gradually captivated the nation, evolving into a cherished staple that transcends age and social status. The dish has since undergone a remarkable transformation, integrating local ingredients and cooking techniques that contributed to its unique Japanese identity.

Today, ramen is not just a meal; it is a phenomenon that reflects regional nuances across Japan. Different areas boast their own styles and flavors, such as tonkotsu from Fukuoka, characterized by its rich pork broth, or miso ramen from Hokkaido, known for its hearty flavor derived from fermented soybeans. Shoyu ramen, with its soy sauce base, and shio ramen, emphasizing a lighter salt-based broth, further illustrate the diversity within this beloved cuisine. Each regional variation illustrates how local tastes and ingredients can influence culinary traditions, creating a mosaic of flavors that exemplifies Japan's gastronomic landscape.

Furthermore, ramen shops, or "ramen-ya," play a pivotal role in the social fabric of Japan. These establishments are often casual venues, where communities come together to enjoy bowls of steaming noodles. The act of dining at a ramen shop is not merely about sustenance; it is an experience enriched by the atmosphere and often communal seating arrangements. Diners engage with each other over their bowls, fostering a sense of shared enjoyment. This culture reinforces the idea that ramen is best appreciated not just as a dish, but as a social ritual, a celebration of flavors and community in Japan.

Persiraja Banda Aceh melaporkan seluruh wasit yang memimpin laga tim berjuluk laskar rencong itu saat melawan Persikota Tangerang ke Komite Wasit PSSI karena banyak keputusan yang dinilai merugikan mereka.

 

"Kita melaporkan kejadian kemarin kepada Ketua PSSI dan Komite Wasit PSSI," kata Manajer Persiraja Banda Aceh, Ridha Mafdhul Gidong, di Banda Aceh, Senin.

 

Sebelumnya, Persiraja Banda Aceh menelan kekalahan 0-1 dari Persikota Tangerang dalam laga lanjutan Liga 2 Indonesia 2024/2025 di Stadion Banteng Reborn, Tangerang, Minggu (6/10).

 

Persiraja seharusnya bisa mengimbangi tuan rumah, tetapi gol dari kaki eks pemain timnas Miftahul Hamdi saat itu dianulir wasit dan, dianggap tidak sah karena berada dalam posisi offside.

 

Keputusan wasit itu, kata Gidong, telah merugikan Persiraja, karena menurut pengamatan dan rekaman posisi Miftahul Hamdi kala itu onside, dan seharusnya gol tersebut sah menjadi milik Persiraja.

 

"Gol itu sah, bisa dilihat dari video yang sudah viral. Dengan kasat mata saja kita bisa pastikan itu sah, tidak perlu menggunakan var, karena sangat jelas dan mudah diamati," ujarnya.

 

Gidong meminta PSSI atau Komite Wasit dapat melakukan investigasi terhadap pengadil pertandingan tersebut. Mengingat, proses gol Persiraja sangat jelas atau bukan sesuatu hal yang sulit diputuskan.

 

Dirinya menegaskan, laporan mereka terhadap wasit itu bukan untuk perubahan hasil pertandingan, tetapi lebih kepada sebagai salah satu upaya memperbaiki kinerja wasit di liga Indonesia.

 

"Kita ingin melaporkan fakta yang terjadi di lapangan kemarin. Kemudian kita ingin wasit yang memimpin pertandingan tersebut diberikan sanksi, dan kita berharap ini bisa merubah kinerja wasit kedepannya," demikian Gidong.